Hari terakhir akan meninggalkan
Bangkok, kami memanfaatkannya untuk berbelanja oleh-oleh di cathuchak.
Setelah berpamitan dengan bapak
yang punya penginapan, kami pun bergegas ke stasiun Hualampong untuk menyimpan
barang terlebih dahulu dan dari sana menggunakan transportasi bawah tanah
(MRT). Ada hal menarik tentang ‘bapak penginapan itu’. Sejak pertama melihatnya,
kami sudah yakin dan percaya bahwa dia adalah orang baik-baik hehehe. Tak
banyak bicara, banyak senyum dan selalu terlihat sibuk dengan laundrynya
(selain mengelola penginapan, dia pun mmembuka usaha laundry). Diatas jam 9
malam, dia sudah menutup pintu pagar penginapan tersebut, tetapi kami tetap
diberi kesempatan melalui salah satu bagian pagar yang tidak dikunci. Setiap
pulang malam, kami tidak pernah melihatnya. Hening, tampaknya dia selalu tidur
lebih awal. Mungkin dia pun hidup sendiri, karena tak ada istri maupun
anak-anak yang pernah kami lihat. Di hari kedua, 3 orang backpacker sempat
berbicara keras kepadanya, tanggapannya hanya diam. Kami pun tak tau pasti
permasalahannya, dan segera ngacir menuju kamar. Bagaimanapun itu, semoga usaha
si Bapak selalu lancar dan berkah J
tak ada kata-kata saat kami pamit, dia hanya menyerahkan uang jaminan dan
senyum. Hanya itu. Mungkin baginya, kami hanyalah segelintir orang yang akan
selalu datang dan pergi, tapi bagi kami kamar sederhana itu cukup berkesan dan
membuat kami lebih hemat :)
Kami sarapan pagi di warung
muslim dekat stasiun yang ditunjukkan kawan Thailand kami kemarin. Kami
bertegur sapa dengan 2 orang yang bisa berbahasa melayu. Setelah mengisi perut,
kami pun langsung kembali ke stasiun dan menuju loket MRT. Takjub. Paradoks!
Stasiun atas yang semrawut dan ramai berbanding terbalik dengan stasiun MRT
yang luas, sepi, nyaman dan canggih. Kami terpesona, dan kembali dikagetkan
dengan biaya perjalanan ke Cathucak 40 Bath, jauh dari Bus 53 yang 6.5 Bath.
Tapi harga memang tidak pernah bohong, cepat dan nyaman hingga ke tujuan.
Aiiihhh… kapan Indonesiaku tercinta memiliki transportasi yang seperti ini.
Sesampainya di Cathuchak, kami
mulai menjelejahi pasar dan tersesat dalam kerumunan. Satu persatu oleh-oleh
kami beli dan uangpun mulai menipis :D di pasar iini ada satu warung makanan
muslim, saya hanya minum the saja… setelah mengetahui harga makanan yang cukup
mahal. Kami berencana untuk membeli makanan di stasiun saja untuk persiapan
makan malam dan sarapan di kereta nanti.
Sesuai dengan waktu yang
direncanakan, kami pun kembali dengan cepat ke stasiun Hualampong. Membeli
bekal makanan, makan pancake pisang yang dibeli dari remaja keturunan arab
Thailand tampaknya hehehhe, sapa-menyapa dengan berbagai orang muslim yang kami
temui di warung muslim tersebut. warung halal ini, mungkin satu-satunya yang
terdekat dengan stasiun sehingga saat waktu makkan siang, warung ini sangat
ramai. Kembali ke stasiun, sholat, mengambil barang dan menunggu kawan Thailand
kami, si lelaki dalam mimpi Ratih. 5 menit menunggu masih yakin dia akan
datang, 10 menit berikutnya mulai pesimis… dan 15 menit berikutnya kami harus
segera meninggalkan mushola menuju kereta. Dia berjanji akan bertemu di depan
musholla 40 menit sebelum kami berangkat tapi dia pun tidak bisa memastikan
karena ada beberapa urusan. Kami memang berteman di facebook, tapi sulit untuk
berkomunikasi karena si hape SMART tak tersambung lagi dengan wifi. Kami pun
menuju kereta, hingga kami berangkat, dia pun tak muncul. Jadi ingat kemarin
dia mematung di ujung jalan saat kami menaiki bus 53, ya sudahlah mungkin
Indonesia akan menjadi pertemuan berikutnya. (belakangan saat Ratih komunkasi
mengabarkan bahwa kami sudah tiba di Indonesia, dia pun menyampaikan bahwa saat
itu memang datang ke stasiun tapi terlambat dari waktu yang dijanjikan).
Pukul 15.10, kereta ekonomi kami
berjalan menuju Hat Yai (perbatasan Thailand-Malaysia). Semakin menjauh dari
Bangkok, semakin tersadar bahwa liburan ini akan segera berakhir. Beberapa sms
untukku dan Ratih terkait kantor dan Rumah menyadarkan kami akan realita di
Indonesia yang akan segera dihadapi hhehehhehehe :D
Di kereta ini, kami bertemu
dengan remaja cewek Thailand bernama Mee. Saat dia datang, dia langsung
memborbardir kami dengan Bahasa Thai. Gaya anak gaul terlihat dari kacamata
yang disimpan dikepala dan boneka yang dia bawa. Dia pun tak henti-hentinya
bertelpon ria dengan seseorang diujung sana. Berulang kali kami mengatakan
dalam bahasa Thai, inggris, dan bahasa Isyarat kami tak bisa bahasa Thai dan
berulang kali pula dia mengajak kami komunikasi. Dia bicara, kami mendengarkan,
kami pun bicara dia mendengarkan. Butuh usaha ekstra keras untuk memahami salah
satu pertanyaannya tentang apakah betul kereta ini akan ke hatyai? Begitu
kira-kira pertanyaannya. Karena ketika kami menjawab HAT YAI, dia langsung
sumringah dan melanjutkan permbicaraan ditelpon. Kutawari dia buah mangga yang
kubeli di kereta, dia pun balas menawari cemilan yang dibawa. Kupandangi
cemilan itu sambil mencari label halal, tak ada. Akhirnya dengan bahasaku serta
isyarat kusampaikan bahwa terimakasih banyak, saya punya mangga :D saat akan
sholat pun saya mencoba menjelaskan dengan bahasa isyarat, bahwa saya akan
sholat dan menghadap Tuhan. Saya khawatir dia akan bingung ketika saya mulai
berganti kostum memakai mukena. Pengalaman dengan Mee ini mengajarkan bahwa
bahasa isyarat ‘tarzan’ masih dapat dipahami oleh semua orang, apapun suku dan
agamanya.
Esok paginya, kami tiba di Hatyai
dan berpisah dengan Mee. Tak lupa saya meminta izin untuk mengambil fotonya. Dia
hanya tersenyum dan segera memperbaiki rambut dan letak kacamatanya. Saat
bangun di pagi hari, saya cukup kaget melihat dia yang sudah rapi dengan make
up tipis. Berbeda dengan kami yang hanya cuci muka saja :D perjalanan semalam
menurutku cukup berat. Sulit tidur, dengan posisi di ujung koridor dan tanpa
pegangan di kursinya. Saya mencoba berbagai gaya tidur, berhasil. Ya berhasil
membuat saya sakit leher. Beda dengan ratih yang tampak lelap. Diantara
serangan sariawan, kantuk berat dan ombak kereta membuat saya menyimpulkan
inilah salah satu perjalanan kereta yang cukup berat. Teringat saat saya dan
seorang sahabat di tahun 2008 menggunakan kereta ekonomi Kediri-Bandung. Hampir
samalah :D
Sesampainya di Hatyai kami banyak
menjumpai wanita berjilbab. Ada mushola, banyak makanan halal, dan shower di
stasiun yang gak mahal. Kami mandi sepuasnya dan berjalan-jalan di Hat Yai.
Takdir Tuhan memang selalu baik.
di awal kami ingin menghabiskan akhir tahun dan mengawali tahun disini, tapi
takdir membawa kami ke Penang. Hatyai sepi, seperti kota Bandung jam 2 malam.
Hatyai panas dan tak banyak tempat yang bisa kami datangi dengan berjalan kaki.
Kami mencoba jalan dan menggunakan peta, ternyata jarak dan panas matahari
membuat kami akhirnya naik ‘angkot’ versi hatyai menuju patung budha terdekat.
Disanapun sepi, hanya beberapa orang yang kami
lihat sembahyang. Syukur Alhamdulillah, Hatyai adalah surga makanan
murah dan enak, kami membeli ayam goreng seharga 20 Bath plus nasi, lalap dan
sambel. Nikmatnya. Tak tanggung-tanggung kami langsung membeli 4 kotak untuk
makan malam kami d kereta nanti dan sarapan kami di kuala lumpur, esok pagi
Insya Allah…
Tiket hatyai ke kuala lumpur jadi
lebih mahal dibanding Bangkok-hatyai karena yang ada hanyalah kelas ‘bisnis’.
Alhamdulillah.. aku senang memikirkan tidur nanti malam yang mungkin bisa lebih
nyenyak. Sesampai di perbatasan Malaysia, Padang Besar… proses imigrasi cukup
lama dan ribet. Tas kami dbongkar, syukurnya tetap selamatt hehhe…
Dalam perjalanan kereta kali ini,
saya tertidur dengan nyenyak dan tanpa disangka malah Ratih yang susah tidur.
Baginya tidur kemarin di kereta ekonomi lebih nyenyak.
Kami pun benar-benar telah keluar
dari Thailand, Hallooo Malaysia…. Kami datang lagi :) :)
sebagai tambahan, di toilet kereta ekonomi itu ga ada airr hahaha cuma ada tisu... kita harus ke gerbong sebelah dan pura-pura jadi penumpang sleeper agar dapat air... dan sempat tayamum juga..
BalasHapusHahahaha... iyaaa yah, aku tuh sempat terjebak d toilet tanpa air. kita tayamum krn gerbong 'sleeper' dikunci saat malam. kita seperti rakyat jelata dan gerbong 'sleeper' adalah para bangsawan... :D
BalasHapusHahahaha... iyaaa yah, aku tuh sempat terjebak d toilet tanpa air. kita tayamum krn gerbong 'sleeper' dikunci saat malam. kita seperti rakyat jelata dan gerbong 'sleeper' adalah para bangsawan... :D
BalasHapusHahahaha... iyaaa yah, aku tuh sempat terjebak d toilet tanpa air. kita tayamum krn gerbong 'sleeper' dikunci saat malam. kita seperti rakyat jelata dan gerbong 'sleeper' adalah para bangsawan... :D
BalasHapus