Senin, 20 Januari 2014

Journey Part 6



Hari terakhir akan meninggalkan Bangkok, kami memanfaatkannya untuk berbelanja oleh-oleh di cathuchak.
Setelah berpamitan dengan bapak yang punya penginapan, kami pun bergegas ke stasiun Hualampong untuk menyimpan barang terlebih dahulu dan dari sana menggunakan transportasi bawah tanah (MRT). Ada hal menarik tentang ‘bapak penginapan itu’. Sejak pertama melihatnya, kami sudah yakin dan percaya bahwa dia adalah orang baik-baik hehehe. Tak banyak bicara, banyak senyum dan selalu terlihat sibuk dengan laundrynya (selain mengelola penginapan, dia pun mmembuka usaha laundry). Diatas jam 9 malam, dia sudah menutup pintu pagar penginapan tersebut, tetapi kami tetap diberi kesempatan melalui salah satu bagian pagar yang tidak dikunci. Setiap pulang malam, kami tidak pernah melihatnya. Hening, tampaknya dia selalu tidur lebih awal. Mungkin dia pun hidup sendiri, karena tak ada istri maupun anak-anak yang pernah kami lihat. Di hari kedua, 3 orang backpacker sempat berbicara keras kepadanya, tanggapannya hanya diam. Kami pun tak tau pasti permasalahannya, dan segera ngacir menuju kamar. Bagaimanapun itu, semoga usaha si Bapak selalu lancar dan berkah J tak ada kata-kata saat kami pamit, dia hanya menyerahkan uang jaminan dan senyum. Hanya itu. Mungkin baginya, kami hanyalah segelintir orang yang akan selalu datang dan pergi, tapi bagi kami kamar sederhana itu cukup berkesan dan membuat kami lebih hemat :)
Kami sarapan pagi di warung muslim dekat stasiun yang ditunjukkan kawan Thailand kami kemarin. Kami bertegur sapa dengan 2 orang yang bisa berbahasa melayu. Setelah mengisi perut, kami pun langsung kembali ke stasiun dan menuju loket MRT. Takjub. Paradoks! Stasiun atas yang semrawut dan ramai berbanding terbalik dengan stasiun MRT yang luas, sepi, nyaman dan canggih. Kami terpesona, dan kembali dikagetkan dengan biaya perjalanan ke Cathucak 40 Bath, jauh dari Bus 53 yang 6.5 Bath. Tapi harga memang tidak pernah bohong, cepat dan nyaman hingga ke tujuan. Aiiihhh… kapan Indonesiaku tercinta memiliki transportasi yang seperti ini. 

Sesampainya di Cathuchak, kami mulai menjelejahi pasar dan tersesat dalam kerumunan. Satu persatu oleh-oleh kami beli dan uangpun mulai menipis :D di pasar iini ada satu warung makanan muslim, saya hanya minum the saja… setelah mengetahui harga makanan yang cukup mahal. Kami berencana untuk membeli makanan di stasiun saja untuk persiapan makan malam dan sarapan di kereta nanti. 

Sesuai dengan waktu yang direncanakan, kami pun kembali dengan cepat ke stasiun Hualampong. Membeli bekal makanan, makan pancake pisang yang dibeli dari remaja keturunan arab Thailand tampaknya hehehhe, sapa-menyapa dengan berbagai orang muslim yang kami temui di warung muslim tersebut. warung halal ini, mungkin satu-satunya yang terdekat dengan stasiun sehingga saat waktu makkan siang, warung ini sangat ramai. Kembali ke stasiun, sholat, mengambil barang dan menunggu kawan Thailand kami, si lelaki dalam mimpi Ratih. 5 menit menunggu masih yakin dia akan datang, 10 menit berikutnya mulai pesimis… dan 15 menit berikutnya kami harus segera meninggalkan mushola menuju kereta. Dia berjanji akan bertemu di depan musholla 40 menit sebelum kami berangkat tapi dia pun tidak bisa memastikan karena ada beberapa urusan. Kami memang berteman di facebook, tapi sulit untuk berkomunikasi karena si hape SMART tak tersambung lagi dengan wifi. Kami pun menuju kereta, hingga kami berangkat, dia pun tak muncul. Jadi ingat kemarin dia mematung di ujung jalan saat kami menaiki bus 53, ya sudahlah mungkin Indonesia akan menjadi pertemuan berikutnya. (belakangan saat Ratih komunkasi mengabarkan bahwa kami sudah tiba di Indonesia, dia pun menyampaikan bahwa saat itu memang datang ke stasiun tapi terlambat dari waktu yang dijanjikan).

Pukul 15.10, kereta ekonomi kami berjalan menuju Hat Yai (perbatasan Thailand-Malaysia). Semakin menjauh dari Bangkok, semakin tersadar bahwa liburan ini akan segera berakhir. Beberapa sms untukku dan Ratih terkait kantor dan Rumah menyadarkan kami akan realita di Indonesia yang akan segera dihadapi hhehehhehehe :D

Di kereta ini, kami bertemu dengan remaja cewek Thailand bernama Mee. Saat dia datang, dia langsung memborbardir kami dengan Bahasa Thai. Gaya anak gaul terlihat dari kacamata yang disimpan dikepala dan boneka yang dia bawa. Dia pun tak henti-hentinya bertelpon ria dengan seseorang diujung sana. Berulang kali kami mengatakan dalam bahasa Thai, inggris, dan bahasa Isyarat kami tak bisa bahasa Thai dan berulang kali pula dia mengajak kami komunikasi. Dia bicara, kami mendengarkan, kami pun bicara dia mendengarkan. Butuh usaha ekstra keras untuk memahami salah satu pertanyaannya tentang apakah betul kereta ini akan ke hatyai? Begitu kira-kira pertanyaannya. Karena ketika kami menjawab HAT YAI, dia langsung sumringah dan melanjutkan permbicaraan ditelpon. Kutawari dia buah mangga yang kubeli di kereta, dia pun balas menawari cemilan yang dibawa. Kupandangi cemilan itu sambil mencari label halal, tak ada. Akhirnya dengan bahasaku serta isyarat kusampaikan bahwa terimakasih banyak, saya punya mangga :D saat akan sholat pun saya mencoba menjelaskan dengan bahasa isyarat, bahwa saya akan sholat dan menghadap Tuhan. Saya khawatir dia akan bingung ketika saya mulai berganti kostum memakai mukena. Pengalaman dengan Mee ini mengajarkan bahwa bahasa isyarat ‘tarzan’ masih dapat dipahami oleh semua orang, apapun suku dan agamanya.

Esok paginya, kami tiba di Hatyai dan berpisah dengan Mee. Tak lupa saya meminta izin untuk mengambil fotonya. Dia hanya tersenyum dan segera memperbaiki rambut dan letak kacamatanya. Saat bangun di pagi hari, saya cukup kaget melihat dia yang sudah rapi dengan make up tipis. Berbeda dengan kami yang hanya cuci muka saja :D perjalanan semalam menurutku cukup berat. Sulit tidur, dengan posisi di ujung koridor dan tanpa pegangan di kursinya. Saya mencoba berbagai gaya tidur, berhasil. Ya berhasil membuat saya sakit leher. Beda dengan ratih yang tampak lelap. Diantara serangan sariawan, kantuk berat dan ombak kereta membuat saya menyimpulkan inilah salah satu perjalanan kereta yang cukup berat. Teringat saat saya dan seorang sahabat di tahun 2008 menggunakan kereta ekonomi Kediri-Bandung. Hampir samalah :D

Sesampainya di Hatyai kami banyak menjumpai wanita berjilbab. Ada mushola, banyak makanan halal, dan shower di stasiun yang gak mahal. Kami mandi sepuasnya dan berjalan-jalan di Hat Yai.
Takdir Tuhan memang selalu baik. di awal kami ingin menghabiskan akhir tahun dan mengawali tahun disini, tapi takdir membawa kami ke Penang. Hatyai sepi, seperti kota Bandung jam 2 malam. Hatyai panas dan tak banyak tempat yang bisa kami datangi dengan berjalan kaki. Kami mencoba jalan dan menggunakan peta, ternyata jarak dan panas matahari membuat kami akhirnya naik ‘angkot’ versi hatyai menuju patung budha terdekat. Disanapun sepi, hanya beberapa orang yang kami  lihat sembahyang. Syukur Alhamdulillah, Hatyai adalah surga makanan murah dan enak, kami membeli ayam goreng seharga 20 Bath plus nasi, lalap dan sambel. Nikmatnya. Tak tanggung-tanggung kami langsung membeli 4 kotak untuk makan malam kami d kereta nanti dan sarapan kami di kuala lumpur, esok pagi Insya Allah…

Tiket hatyai ke kuala lumpur jadi lebih mahal dibanding Bangkok-hatyai karena yang ada hanyalah kelas ‘bisnis’. Alhamdulillah.. aku senang memikirkan tidur nanti malam yang mungkin bisa lebih nyenyak. Sesampai di perbatasan Malaysia, Padang Besar… proses imigrasi cukup lama dan ribet. Tas kami dbongkar, syukurnya tetap selamatt hehhe…
Dalam perjalanan kereta kali ini, saya tertidur dengan nyenyak dan tanpa disangka malah Ratih yang susah tidur. Baginya tidur kemarin di kereta ekonomi lebih nyenyak.
Kami pun benar-benar telah keluar dari Thailand, Hallooo Malaysia…. Kami datang lagi :) :)

4 komentar:

  1. sebagai tambahan, di toilet kereta ekonomi itu ga ada airr hahaha cuma ada tisu... kita harus ke gerbong sebelah dan pura-pura jadi penumpang sleeper agar dapat air... dan sempat tayamum juga..

    BalasHapus
  2. Hahahaha... iyaaa yah, aku tuh sempat terjebak d toilet tanpa air. kita tayamum krn gerbong 'sleeper' dikunci saat malam. kita seperti rakyat jelata dan gerbong 'sleeper' adalah para bangsawan... :D

    BalasHapus
  3. Hahahaha... iyaaa yah, aku tuh sempat terjebak d toilet tanpa air. kita tayamum krn gerbong 'sleeper' dikunci saat malam. kita seperti rakyat jelata dan gerbong 'sleeper' adalah para bangsawan... :D

    BalasHapus
  4. Hahahaha... iyaaa yah, aku tuh sempat terjebak d toilet tanpa air. kita tayamum krn gerbong 'sleeper' dikunci saat malam. kita seperti rakyat jelata dan gerbong 'sleeper' adalah para bangsawan... :D

    BalasHapus