Minggu, 12 Januari 2014

Journey Part 2



Awalnya, tujuan utama kami adalah Bangkok dan Vietnam. Rekan seperjalanan saya sangat ingin ke Vietnam, tetapi karena permasalahan biaya saat booking tiket, akhirnya kami hanya bisa membeli tiket PP Kuala Lumpur- Bandung. Setelah dari Bangkok, kami pun tetap harus melalui perjalanan yang sama untuk kembali ke Kuala Lumpur. Kami mulai menyiasati rencana  perjalanan untuk mendapatkan pengalaman yang berbeda saat berangkat maupun saat pulang menuju KL.
Rencana awal dari KL, adalah mampir ke Penang. Tetapi kemudian berubah untuk ke Hatyai terlebih dahulu sebelum ke Bangkok sambil mengistrahatkan diri dan berniat melewati tahun baru di tempat yang tidak terlalu ramai. Pulangnya dari Bangkok, mampir ke Penang sebelum KL. Kami menghindari tahun baru di Kuala Lumpur maupun Bangkok, selain karena biaya penginapan yang pastinya mahal, kami berdua pun bukanlah tipe yang ‘peduli’ dengan perayaan tahun baru. waktu ini kami gunakan sebagai liburan karena bertepatan dengan libur kantor, meskipun rekan saya masih harus menambah cuti.
Kami hanya bisa berencana, tapi Tuhan yang memegang Takdir kami :D
Saat membeli tiket di KL, tiket KL-Hatyai HABIS! Kami panik. Langsung merubah rencana, dan beralih ke Penang melalui Butterworth seperti rencana semula. Dan yang paling mengagetkan adalah tiket Butterworth-Bangkok, lebih dari harga tiket yang kami cek di internet. Akhirnya kami ‘pasrah’ mengambil tiket ‘sleeper’, alias sekelas eksekutif kalo di Indonesia. Kata teman saya, inilah perjalanan sesungguhnya… ada tantangan di setiap perubahan rencana hehehe :D
Sambil menunggu waktu keberangkatan, kami keliling KL di sekitaran KL sentral. Mengunjungi menara kembar, little India dan mencicipi  makanan muslim India. Sejenak kagum dengan transportasi di Malaysia dan membandingkan dengan transportasi di tanah airku Indonesia yang tercinta :D
Dalam perjalanan kereta menuju Butterworth, kami masih merasa nyaman karena membayangkan masih mungkin berbahasa melayu. Thailand adalah suatu tempat antah berantah yang pastinya akan terasa ‘asing’ meskipun sedikit sedikit sudah mempersiapkan diri dengan bahasa Thai. Kami mengambil kelas ‘Bisnis’ di kereta ini, AC yang sangat dingin membuat kami sulit tidur sehingga hampir secara bergantian kami meninggalkan kursi dan berdiri di batas antar gerbong.
Di batas gerbong itulah, mulai ngobrol dengan pak cik yang pun sedang menghangatkan badan di luar gerbong. ‘kenek’ kereta pun ikut nimbrung dan mulai bertanya-tanya tentang siapa kami, dan kemana kami akan pergi. Selain karena wajah yang masih tampak kekanak-kanakan, kami juga tergolong pendek dan kecil sehingga pak cik dan si abang kereta memberikan wejangan dan wanti-wanti untuk tidak usah sampai ke Thailand. Disana sedang konflik, ada pemboman.. ada pembunuhan, dan kami adalah perempuan. Apalagi setelah mereka tau bahwa kami tidak memiliki teman disana. Kami pun sempat ragu dan khawatir, tapi yasudahlah… pak cik dan abang itu memang mengkhawatirkan kami. Bahkan mereka akhirnya menyarankan agar tidak usah ke Penang, cukup ke butterworth saja. kalaupun mau ke penang, cukup sehari dan nginap di Butterworth saja.
Kami tiba di Butterworth pukul 11 malam. Sampai disana, kami pun sudah berniat untuk menginap di Butterworth dan melanjutkan ke Penang besoknya. Tapi setelah sekilas melihat Butterworth yang sunyi sepi,akhirnya kami berbalik arah dan menuju kapal Ferry ke Penang. Penyeberangan terakhir adalah pukul 12 malam. Dengan biaya 1 Ringgit 20 sen, kami tiba di Penang 30 menit kemudian. Dengan beban tas dan kantuk parah, kami menyusuri jalanan sepi penang jam 12an malam, tanpa tujuan. Setelah berjalan beberapa lama, dari kejauhan saya melihat bangunan yang tampak seperti masjid. Kami pun mengarah ke sana, dan ternyata itu adalah bangunan pemadam kebakaran. FYI, di Malaysia dan sekitarnya banyak bangunan yang seperti masjid, tapi ternyata bukan hehehe.
Kami berjalan lagi dan tebak-tebakan ke arah mana. Mulai memasuki satu penginapan, biayanya 70 RM (1 RM;  Rp 3750), budget kami kurang dari itu. Bertanya ke orang-orang di jalan, mereka menunjuk ke hotel India di daerah belakang, kami pun berjalan ke arah hotel tersebut dan tidak menemukan pintunya. Kami pun akhirnya memutar arah, dan masuk ke penginapan lain, harganya jadi lebih tinggi (80 RM). Semakin lelah, mutar-mutar tanpa arah dan mulai berpikir akan langsung mengambil kamar jika biayanya 50 RM semalam, atau berbalik ke hotel pertama.
Terkadang Tuhan ingin tahu usaha kita untuk mencari, memberikan jalan berliku dan berputar untuk akhirnya kembali ke titik awal…
Setelah berputar dan hampir putus asa, akhirnya kami menemukan Hotel India yang tadinya tampak tak berpintu. Kami sekarang menemukan hotel itu dari arah depan, dan syukurnya saat bertanya tentang harga, 50 RM tepat seperti budget yang kami anggarkan. Tanpa menunda kami pun langsung mengambil. Percakapan awal agak sulit, karena receptionisnya pun bingung untuk bahasa melayu maupun Inggris.
Terimkasih Tuhan untuk mempertemukan kami dengan hotel murah ini J
Perjalanan kami, tidak hanya berbatas kepada tempat yang harus kami kunjungi. Kek Lo Si memang menarik, tapi kami menemui berbagai macam orang yang jauh lebih menarik. Orang baik pertama yang kami temui adalah pelayan kedai muslim india di depan Hotel. Meskipun susah memahami bahasa kami, dia tampak ‘empati’ saat melihat kami membeli 1 potong ayam dan 2 porsi nasi, dia pun langsung menawarkan dengan bahasa ‘isyarat’ untuk memotong ayamnya. Gayanya yang ceria dan melayani sambil bernyanyi mengingatkan kami pada lagu-lagu bollywood. Dan yang paling mengesankan adalah saat kami bertanya tentang ‘Bus Stop’ dia mampu memberikan petunjuk tanpa bahasa, tapi melalui bahasa gerakan, berjalan ke depan untuk menyampaikan ‘lurus’ dan berjalan ke kiri atau kanan untuk menjelaskan arah :D
Sore harinya kami mengelilingi Penang dengan berjalan kaki. Kami menemukan laut dan pantai, sejenak diserang sedikit perasaan ‘rumah’ dan bayang-bayang teh tarik dan roti canai yang akan melengkapi suasana pantai, sayangnya tak ada penjual yang diharapkan. Di jalan pulang, kami pun dipertemukan dengan salah satu orang yang menjadi penunjuk jalan kami untuk ke Bangkok. Saat berfoto di pojokan jalan ‘Love Lane’, rekan ini bercanda bahwa akhirnya saya bertemu dengan Love Lane, belum selesai menyampaikan itu, tetiba seorang bule muncul dan langsung berpose di samping saya. Tanpa babibu, dia pun langsung berbicara kepada kami dengan bahasa Inggris yang sangat cepat. Tanpa canggung dia langsung bersila di trotoar dan memberi kami catatan untuk menuliskan facebooknya. Setelah menyampaikan bahwa besok kamii akan ke Thailand, dia langsung nyerocos tentang murahnya hidup di Thailand. Ke jalan mana kami harus mencari penginapan, biaya bus, dan yang berkali-kali diingatkan adalah kami harus naik Bus 53, dari stasiun belok kiri saja. just turn left!!! Remember! J tentang kekhawatiran kami akan konflik di Thailand, akhirnya sedikit tercerahkan setelah ngobrol dengan bule ini, didukung dengan info dari seorang teman yang baru saja kembali dari Bangkok.
Masih terkaget-kaget dengan sikap bule itu, kamipun berpisah dan melanjutkan perjalanan, dan saat menyeberangi jembatan penyeberangan, kami pun disuguhkan pemandangan laut yang membuat kami berhenti. Menikmati dan mensyukuri pemandangan yang ada di sekeliling.
Allah memang Maha Baik, di jalan pulang ke Hotel. Kami pun menemukan kedai sederhana penjual roti canai dan the Tarik, di Lebuh King. Alhamdulillah. Awalnya sempat sangsi dengan si empunya kedai, lelaki India yang tampak kurang bersih saat menyajikan makanan, tapi masya Allah saat menikmati setiap tegukan the tarik dan memakan roti canainya… seketika merasa ditarik, mengunjungi Taj Mahal dan melintasi Kashmir di India… Hahahahha, kejutan terakhirnya adalah harga makan dan minum tersebut hanya 2 RM saja. Oooo, surga dunia… terimakasih Allah…
Kami pun berlalu dalam damai, menikmati sensasi perjalanan yang sarat kejutanJ
Salah satu aturan dalam perjalanan ini, saya harus mencari dan menemukan masjid. Menemukan msjid kapitan keeling adalah anugerah, dan kami pun mendapatkan pamflet/brosur gratis tentang informasi pengenalan islam yang berbahasa Inggris. Di dekat hotel, ada satu lagi bangunan yang tampak seperti masjid, niat maghrib berjamaah pun membuat saya ke tempat ini juga, saat memasuki pintunya. Saya pun bertanya, ‘women… can women pray here’ karena melihat semuanya lelaki India…mereka menjawab, bukan masjid. ternyata bangunan itu bukan masjid. Suara adzan berasal dari masjid lain:D
Malam Tahun Baru 2014, kami sempatkan untuk berjalan-jalan ke lapangan besar di Penang. Ada acara konser besar menyambut tahun baru. yang keren di Penang ini adalah, kota kecil yang sangat aman, mobil di parkir dengan tertib, TANPA tukang parkir. Konser besar tersebut ditonton dengan tertib, bersih, hampir semua penonton duduk rapi di hamparan rumput, tanpa kehebohan apalagi keributan. Konser 3 budaya, China, India dan Melayu… kami tak mengerti lirik yang dinyanyikan, kami hanya bisa menebak dari musiknya apakah lagu itu tipe lagu ‘galau’ atau ‘semangat’.
2014, Penang. Terimakasih untuk keberagaman dan jamuanmu yang menakjubkan J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar