Awalnya, tujuan utama kami adalah
Bangkok dan Vietnam. Rekan seperjalanan saya sangat ingin ke Vietnam, tetapi
karena permasalahan biaya saat booking tiket, akhirnya kami hanya bisa membeli
tiket PP Kuala Lumpur- Bandung. Setelah dari Bangkok, kami pun tetap harus
melalui perjalanan yang sama untuk kembali ke Kuala Lumpur. Kami mulai
menyiasati rencana perjalanan untuk
mendapatkan pengalaman yang berbeda saat berangkat maupun saat pulang menuju
KL.
Rencana awal dari KL, adalah
mampir ke Penang. Tetapi kemudian berubah untuk ke Hatyai terlebih dahulu
sebelum ke Bangkok sambil mengistrahatkan diri dan berniat melewati tahun baru
di tempat yang tidak terlalu ramai. Pulangnya dari Bangkok, mampir ke Penang
sebelum KL. Kami menghindari tahun baru di Kuala Lumpur maupun Bangkok, selain
karena biaya penginapan yang pastinya mahal, kami berdua pun bukanlah tipe yang
‘peduli’ dengan perayaan tahun baru. waktu ini kami gunakan sebagai liburan
karena bertepatan dengan libur kantor, meskipun rekan saya masih harus menambah
cuti.
Kami hanya bisa berencana, tapi
Tuhan yang memegang Takdir kami :D
Saat membeli tiket di KL, tiket
KL-Hatyai HABIS! Kami panik. Langsung merubah rencana, dan beralih ke Penang
melalui Butterworth seperti rencana semula. Dan yang paling mengagetkan adalah
tiket Butterworth-Bangkok, lebih dari harga tiket yang kami cek di internet.
Akhirnya kami ‘pasrah’ mengambil tiket ‘sleeper’, alias sekelas eksekutif kalo
di Indonesia. Kata teman saya, inilah perjalanan sesungguhnya… ada tantangan di
setiap perubahan rencana hehehe :D
Sambil menunggu waktu
keberangkatan, kami keliling KL di sekitaran KL sentral. Mengunjungi menara
kembar, little India dan mencicipi
makanan muslim India. Sejenak kagum dengan transportasi di Malaysia dan
membandingkan dengan transportasi di tanah airku Indonesia yang tercinta :D
Dalam perjalanan kereta menuju
Butterworth, kami masih merasa nyaman karena membayangkan masih mungkin
berbahasa melayu. Thailand adalah suatu tempat antah berantah yang pastinya
akan terasa ‘asing’ meskipun sedikit sedikit sudah mempersiapkan diri dengan
bahasa Thai. Kami mengambil kelas ‘Bisnis’ di kereta ini, AC yang sangat dingin
membuat kami sulit tidur sehingga hampir secara bergantian kami meninggalkan
kursi dan berdiri di batas antar gerbong.
Di batas gerbong itulah, mulai
ngobrol dengan pak cik yang pun sedang menghangatkan badan di luar gerbong.
‘kenek’ kereta pun ikut nimbrung dan mulai bertanya-tanya tentang siapa kami,
dan kemana kami akan pergi. Selain karena wajah yang masih tampak
kekanak-kanakan, kami juga tergolong pendek dan kecil sehingga pak cik dan si
abang kereta memberikan wejangan dan wanti-wanti untuk tidak usah sampai ke
Thailand. Disana sedang konflik, ada pemboman.. ada pembunuhan, dan kami adalah
perempuan. Apalagi setelah mereka tau bahwa kami tidak memiliki teman disana.
Kami pun sempat ragu dan khawatir, tapi yasudahlah… pak cik dan abang itu
memang mengkhawatirkan kami. Bahkan mereka akhirnya menyarankan agar tidak usah
ke Penang, cukup ke butterworth saja. kalaupun mau ke penang, cukup sehari dan
nginap di Butterworth saja.
Kami tiba di Butterworth pukul 11
malam. Sampai disana, kami pun sudah berniat untuk menginap di Butterworth dan
melanjutkan ke Penang besoknya. Tapi setelah sekilas melihat Butterworth yang
sunyi sepi,akhirnya kami berbalik arah dan menuju kapal Ferry ke Penang.
Penyeberangan terakhir adalah pukul 12 malam. Dengan biaya 1 Ringgit 20 sen,
kami tiba di Penang 30 menit kemudian. Dengan beban tas dan kantuk parah, kami
menyusuri jalanan sepi penang jam 12an malam, tanpa tujuan. Setelah berjalan
beberapa lama, dari kejauhan saya melihat bangunan yang tampak seperti masjid.
Kami pun mengarah ke sana, dan ternyata itu adalah bangunan pemadam kebakaran.
FYI, di Malaysia dan sekitarnya banyak bangunan yang seperti masjid, tapi
ternyata bukan hehehe.
Kami berjalan lagi dan
tebak-tebakan ke arah mana. Mulai memasuki satu penginapan, biayanya 70 RM (1
RM; Rp 3750), budget kami kurang dari
itu. Bertanya ke orang-orang di jalan, mereka menunjuk ke hotel India di daerah
belakang, kami pun berjalan ke arah hotel tersebut dan tidak menemukan
pintunya. Kami pun akhirnya memutar arah, dan masuk ke penginapan lain,
harganya jadi lebih tinggi (80 RM). Semakin lelah, mutar-mutar tanpa arah dan
mulai berpikir akan langsung mengambil kamar jika biayanya 50 RM semalam, atau
berbalik ke hotel pertama.
Terkadang Tuhan ingin tahu usaha kita untuk mencari, memberikan jalan
berliku dan berputar untuk akhirnya kembali ke titik awal…
Setelah berputar dan hampir putus
asa, akhirnya kami menemukan Hotel India yang tadinya tampak tak berpintu. Kami
sekarang menemukan hotel itu dari arah depan, dan syukurnya saat bertanya
tentang harga, 50 RM tepat seperti budget yang kami anggarkan. Tanpa menunda
kami pun langsung mengambil. Percakapan awal agak sulit, karena receptionisnya
pun bingung untuk bahasa melayu maupun Inggris.
Terimkasih Tuhan untuk
mempertemukan kami dengan hotel murah ini J
Perjalanan kami, tidak hanya
berbatas kepada tempat yang harus kami kunjungi. Kek Lo Si memang menarik, tapi
kami menemui berbagai macam orang yang jauh lebih menarik. Orang baik pertama
yang kami temui adalah pelayan kedai muslim india di depan Hotel. Meskipun
susah memahami bahasa kami, dia tampak ‘empati’ saat melihat kami membeli 1
potong ayam dan 2 porsi nasi, dia pun langsung menawarkan dengan bahasa
‘isyarat’ untuk memotong ayamnya. Gayanya yang ceria dan melayani sambil
bernyanyi mengingatkan kami pada lagu-lagu bollywood. Dan yang paling
mengesankan adalah saat kami bertanya tentang ‘Bus Stop’ dia mampu memberikan
petunjuk tanpa bahasa, tapi melalui bahasa gerakan, berjalan ke depan untuk
menyampaikan ‘lurus’ dan berjalan ke kiri atau kanan untuk menjelaskan arah :D
Sore harinya kami mengelilingi
Penang dengan berjalan kaki. Kami menemukan laut dan pantai, sejenak diserang
sedikit perasaan ‘rumah’ dan bayang-bayang teh tarik dan roti canai yang akan
melengkapi suasana pantai, sayangnya tak ada penjual yang diharapkan. Di jalan
pulang, kami pun dipertemukan dengan salah satu orang yang menjadi penunjuk
jalan kami untuk ke Bangkok. Saat berfoto di pojokan jalan ‘Love Lane’, rekan
ini bercanda bahwa akhirnya saya bertemu dengan Love Lane, belum selesai
menyampaikan itu, tetiba seorang bule muncul dan langsung berpose di samping
saya. Tanpa babibu, dia pun langsung berbicara kepada kami dengan bahasa
Inggris yang sangat cepat. Tanpa canggung dia langsung bersila di trotoar dan
memberi kami catatan untuk menuliskan facebooknya. Setelah menyampaikan bahwa
besok kamii akan ke Thailand, dia langsung nyerocos tentang murahnya hidup di
Thailand. Ke jalan mana kami harus mencari penginapan, biaya bus, dan yang
berkali-kali diingatkan adalah kami harus naik Bus 53, dari stasiun belok kiri
saja. just turn left!!! Remember! J
tentang kekhawatiran kami akan konflik di Thailand, akhirnya sedikit
tercerahkan setelah ngobrol dengan bule ini, didukung dengan info dari seorang
teman yang baru saja kembali dari Bangkok.
Masih terkaget-kaget dengan sikap
bule itu, kamipun berpisah dan melanjutkan perjalanan, dan saat menyeberangi
jembatan penyeberangan, kami pun disuguhkan pemandangan laut yang membuat kami
berhenti. Menikmati dan mensyukuri pemandangan yang ada di sekeliling.
Allah memang Maha Baik, di jalan
pulang ke Hotel. Kami pun menemukan kedai sederhana penjual roti canai dan the
Tarik, di Lebuh King. Alhamdulillah. Awalnya sempat sangsi dengan si empunya
kedai, lelaki India yang tampak kurang bersih saat menyajikan makanan, tapi
masya Allah saat menikmati setiap tegukan the tarik dan memakan roti canainya…
seketika merasa ditarik, mengunjungi Taj Mahal dan melintasi Kashmir di India…
Hahahahha, kejutan terakhirnya adalah harga makan dan minum tersebut hanya 2 RM
saja. Oooo, surga dunia… terimakasih Allah…
Kami pun berlalu dalam damai,
menikmati sensasi perjalanan yang sarat kejutanJ
Salah satu aturan dalam
perjalanan ini, saya harus mencari dan menemukan masjid. Menemukan msjid
kapitan keeling adalah anugerah, dan kami pun mendapatkan pamflet/brosur gratis
tentang informasi pengenalan islam yang berbahasa Inggris. Di dekat hotel, ada
satu lagi bangunan yang tampak seperti masjid, niat maghrib berjamaah pun
membuat saya ke tempat ini juga, saat memasuki pintunya. Saya pun bertanya,
‘women… can women pray here’ karena melihat semuanya lelaki India…mereka
menjawab, bukan masjid. ternyata bangunan itu bukan masjid. Suara adzan berasal
dari masjid lain:D
Malam Tahun Baru 2014, kami
sempatkan untuk berjalan-jalan ke lapangan besar di Penang. Ada acara konser
besar menyambut tahun baru. yang keren di Penang ini adalah, kota kecil yang
sangat aman, mobil di parkir dengan tertib, TANPA tukang parkir. Konser besar
tersebut ditonton dengan tertib, bersih, hampir semua penonton duduk rapi di
hamparan rumput, tanpa kehebohan apalagi keributan. Konser 3 budaya, China,
India dan Melayu… kami tak mengerti lirik yang dinyanyikan, kami hanya bisa
menebak dari musiknya apakah lagu itu tipe lagu ‘galau’ atau ‘semangat’.
2014, Penang. Terimakasih untuk keberagaman dan jamuanmu
yang menakjubkan J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar