Karena mimpi Ratih tentang
seorang lelaki yang bersama kami menyelesaikan perjalanan, tanpa sadar kami
selalu mencari sosok itu sejak akan berangkat memulai perjalanan ini. Saat di
Penang pun, ketika bertemu Bule ‘Love Lane’, kami sempat berpikir. Mungkin
dialah, tapi tampaknya bukan. Di kereta menuju Bangkok kami bertemu seorang
laki-laki Indonesia baik hati yang cunihin, rasanya bukan dia juga. Kami pun
satu kereta dengan ‘Tong Caii’, remaja Thailand yang wajahnya seperti salah
satu personil di boyband Korea. Bukanjuga.
Akhirnya, di sebuah perjalanan
dengan Bus 53 di Bangkok, saya pun menyampaikan ini kepada Ratih. ‘Mungkin..
mimpi itu hanya sebagai penyemangat kita saja, lucu-lucuan aja, karena mungkin
si lelaki dalam mimpi itu sebenarnya tidak ada’. Sekilas kulihat tatapan Ratih,
sejenak tak mau menyerah untuk percaya bahwa mungkin orang itu benar-benar ada.
Aku termasuk cukup percaya dengan mimpi-mimpi yang hadir dalam tidurku, tapi
kali ini, saya tidak mau kami terlalu lama menebak. Sikap pesimis mulai muncul
seiring pertumbuhan beberapa sariawan. Sedikit menganggu saat makan, tapi
dampak terbesarnya adalah saya tidak bisa senyum selebar biasanya. Pesimis dan
sariawan itu memang sesekali perlu hadir untuk mengingatkan betapa senyum itu
adalah energi positif yang bisa mengundang sikap optimis :)
Hari kedua di Bangkok, kami
sempatkan berjalan-jalan ke Grand Palace. Karena berbayar dan mahal, jadi kami
hanya bisa masuk sampai di pelataran saja. berfoto di tempat yang bisa di foto,
dan menggoda pak ‘polisi’ yang menjaga Grand Palace. Para polisi itu setuju
saja ketika kami mengajak berfoto. Hahahahaa… kalo di Indonesia, gak pernah
kayak gini. Setelah itu kami pun berniat menyeberang ke Wat Arun, tapi akhirnya
memutar menuju stasiun Hua Lam Pong karena berpikir bahwa mendingan kami menuju
‘Ram Kham Heng University’ sesuai petunjuk muslimah bercadar yang kutemui di
stasiun kemarin.
Sangat bersyukur ada Ratih dalam
perjalanan ini. Dia sangat well prepare. Untuk ke suatu tempat dia akan
melakukan ‘investigasi’ terlebih dahulu. Syukurnya hapeku yang agak ‘smart’
masih bisa diajak berinternet dengan memanfaatkan wifi di penginapan. Dia
mencari jalur bus menuju kesana, dan beberapa hal yang bisa membantu kami untuk
tidak kesasar. Aku adalah tipe yang menganut ajaran ‘sesat dijalan, maka
bertanyalah’ hehehe… namun untuk perjalanan ke Ram Kam Heng ini cukup
melankolis. Kami sudah mempersiapkan akan naik bus No sekian, tapi sesampainya
di stasiun ternyata ada bus lain yang melawati kawasan itu. Yang kurang
dipertimbangkan oleh kami adalah jarak penginapan kami dan ram kham heng itu.
Bagi yang pernah ke Bandung, anggap saja jaraknya adalah dari Dago- Kopo saat
macet (info ini kami dapatkan setelah melihat peta di kampus itu dan setelah
melalui prjalanan panjang untuk kesana).
Sepanjang perjalanan, Ratih
sempat bertanya kepada seorang pemuda, sayangnya kurang paham bahasa Inggris. Dia
hanya menyebutkan MBK (semacam mall gitulah), yang menurut Ratih MBK itu akan
kami lewati saat ke Ram Kham Heng. Syukurnya petunjuk jalan cukup baik di
Bangkok ini, sehingga ketika kami melihat papan yang mengarah ke Ram Kham Heng,
kami pun menjadi tenang. Kami bingung akan turun dimana, pandang-pandangan…
menggunakan intuisi kami untuk akhirnya sepakat di daerah mana akan turun. Kami
turun di tempat yang memang tidak terlalu jauh dari tujuan, tapi sulitnya
adalah hampir sebagian orang yang kami tanyai tentang ‘ram kham heng university’
hanya menatap kami bingung. Kami pun menyederhanakan pertanyaan dengan
menyebutkan ram kham heng saja, mereka mengiyakan. Alhamdulillah. University
bukan kata yang populer disini, kami bingung dan tidak menemukan petunjuk.
Saat itulah kami melewati sebuah
warung makan, muslim food. Halal. Kami menimbang dan berpikir apakah akan makan
skrg atau setelah dari kampus itu. Sepakat untuk makan dulu, dan kami mulai
diserang oleh pertanyaan pelayan dalam bahasa Thai. Disodori menu yang
bertuliskan huruf Thai, kami memberi isyarat dan menyampaikan dalam bahasa
Inggris. Mereka pun paham dan mengambil menu lain. hatiku sejuk melihat si ibu
penjual yang jilbab dan suaminya yang berjenggot. Seketika merasa kami bukan
minoritas lagi. Di warung ini pula, saya bertemu dengan ‘Tom Yam’, makanan yang
membuat saya jatuh cinta akan Thailand. Rasa asam mengingatkan saya akan
makanan khas di Sulawesi. Meskipun sariawan sedang menyerang, saat si Tom Yam
muncul dan mulai menyentuh lidah saya, rasanya seperti apa ya… seperti berada
di rumah, di peluk oleh keluarga, seolah seluruh elemen dalam tom yam itu
bernyanyi dan menggelitik hati saya. Saya pun sumringah. Pertama kali makan
makanan ini di Bandung, saat ulang tahun seorang dosen di resto Thailand. Dan
hari ini saya memakannya di tempat asal, nikmatnya J harganya 80 Bath, sekitar Rp.
30.000, Kop Kun Kaa…
Setelah makan, kami pun bertanya
lagi tentang kampus itu, seorang ibu akhirnya memahami bahasa kami dan
menyampaikan ‘cross the road’. Dari tempat itu kami langsung menyeberang jembatan
penyeberangan, dan mulai mencari target untuk bertanya. Setelah sekian kali
bertanya, akhirnya ada seorang remaja yang kami tanya, dia memahami arti kata
university dan saat itu kami tepat berada di depan kampus. Dengan ragu kami
masuk, membayangkan bahwa di kampus pastinya akan banyak mahasiswa yang paham
bahasa Inggris. Kami keliru, beberapa mahasiswa yang kami temui di taman tidak
memahami bahasa Inggris sederhana yang kami gunakan. ‘Muslim, mosque… pray
place for muslim, like WAT, Temple… lallalalalallala…’ mereka tak mengerti.
Kami memberanikan diri masuk dalam satu gedung, ada seorang nenek yang sedang
menunggu lift. Saya nekat bertanya, dia tak paham tapi dia mencoba membantu.
Kami diarahkan ke suatu ruangan.. mungkin seperti ruang admnistrasi atau tata
usaha. Penuh dengan ibu-ibu dan perempuan muda, mereka berbicara Dalam bahasa
Thai, kami hanya memegang jilbab kami. Seorang ibu mencoba berbicara, yang
kluar hanyalah bahasa Thai. Kami coba untuk menuliskan MOSQUE. Mereka
geleng-geleng kepala. Mereka pun menyerah dan akhirnya salah seoorang ibu
menunjukkan gedung lain. ahhh, berarti musholahya disitu, pikir kami.
Ternyata kami dipertemukan dengan
2 orang security (lelaki dan perempuan), ‘no english’ katanya. Dan kami pun
mengulang pertanyaan kami seraya memegang jilbab. Ratih pun berbisik ‘kita
pulang aja k…’, saya masih ingin bertahan ‘1 orang lagi lah..’. akhirnya 2
security itu memanggil seorang laki-laki yang sedari tadi duduk menelpon.
Lelaki ini menutup telponnya dan akhirnya terlibat pembicaraan dengan 2
security. Lelaki ini hanya bisa yes dan no dalam bahasa Inggris. Tapi masya
Allah hatinya seputih kulitnya, dari lelaki Thai inilaih kami diantar berjalan
hampir 2 KM mungkin untuk mencapai ‘Mosque’ yang kami inginkan. Jalannya cepat,
kami berusaha mengimbangi, saat itu jam 1 siang dan keringat sudah terlihat
menderas dari dahinya.kami tak enak hati, berusaha untuk menyampaikan
bahwa kami saja yang jalan terus. Dia
hanya memberi isyarat ‘terus… teruss…’. Setiap bertemu orang, dia mampir untk
bertanya. Melalui jalan yang panjang, taman, melewati beberapa gedung, dan
akhirnya naik ke lantai 2 suatu gedung. Kami mulai melihat siluet mahasiswa
berkerudung. Lelaki ini tak berhenti hingga sampai di depan ‘musholla’, sampai
menunjukkan tempat sholat dan mempersilahkan kami masuk. Kami tak enak hati,
rasanya ucapan terimakasih kami terlalu banyak untuk orang ini. Berulang kali
kami mengucapkan ‘Kop Kun Kaa’ dan membungkuk untuk memberi hormat. Kamipun
mengajaknya berfoto untuk mengingat wajah orang baik ini.
Sholat disini adalah salah satu
Sholat terindah dalam perjalanan kami :)
Kami dikelilingi oleh muslimah
berjilbab. Sayangnya mereka sulit berbahasa Inggris, tetapi mereka bisa sedikit
berbahasa Melayu. Tanpa disangka, kami diundang oleh beberapa muslimah itu.
Ternyata musholla ini adalah bagian dari MUSLIM STUDENT CLUB dari Ram kham Heng
University. Gedung khusus ini untuk
berbagai organisasi kampus, salah satunya adalah perkumpulan muslim ini.
Saya jadi teringat beberapa
tulisan di buku dan majalah tentang ketika seorang wartawan atau jurnalis ke
suatu negara, muslim disana akan menyambut dan menjamu. Rasa persaudaraaan itu
sangat terasa, kami baru bertemu beberapa menit, namun tawa kami sudah menyatu.
Kami dijamu dengan minuman dan cemilan. Mereka bercerita tentang Muslim Patani
(sebagian besar muslim berasal dari sana). Mereka pun mengundang kami untuk
menguunjungi Patani pada kunjungan ke Bangkok berikutnya. Belasan jam
menggunakan kereta atau bus dari Bangkok. Mereka pun akhirnya mencari info tentang
tujuan kami berikutnya, dari kampus ini kami berencana mampir ke MBK dan Siam
Square, ada madame Tussaud disana dan Ratih ingin kesana. MBK mungkin bisa
menjadi tempat kami membeli oleh-oleh. Mereka tidak familiar dengan tempat
tersebut (mgk memang mahasiswa yang jarang main ke mall), bahkan Grand palace
mereka pun tak tau. Khao San Road juga. Mereka pun akhirnya mencari dip eta
google, dan kami pun sontak kaget menyadari betapa jauh jarak kampus ini dengan
Khao San Road hahahahahhaa….
5 menit sebelum kami pergi,
tiba-tiba seseorang masuk. Tampangnya seperti orang Jawa, ternyata inilah si
Ketua Muslim Student Club Kampus ini. Dia pun tersenyum ramah dan menunjukkan
antusiasme saat mengetahui kami dari Indonesia. Dia asli orang Phuket Thailand,
bisa berbahasa Melayu, Sedikit bahasa Inggris dan sedang belajar bahasa
Indonesia dari kamus hitam tebal yang ditunjukannya pada kami. Dia menyebutkan
2 tokoh politik islam yang terkenal di Indonesia. Dia ingin melanjutkan kuliah
lagi di Indonesia, itu adalah salah satu cita-citanya . tanpa disangka, saat
kami ingin pulang diapun berniat untuk mengantarkan ke depan, bahkan sampai
MBK. Dan dia akan mengajak kami melalui transportasi sungai yang sebenarnya
menjadi salah satu tujuan kami hari ini.
Sesaat sebelum meninggalkan MSC
ini, seolah ada bisikan. Kesadaranku menyatu, mengingat sesuatu entah apa.
Lelaki ini… ahaaaaaa… lelaki dalam mimpi itu kah? Akupun membisikan Sesuatu ke
Ratih…’Tih… orang ini, orang ini’. Ratih bingung. Kutegaskan… ‘orang dalam
mimpi’. Hhahhaha… kami pun sontak tertawa, dan sekilas kulihat mata ratih
membulat, tatapannya bersemangat, adrenalinnya meningkat. Like dreams come true
:D
Sepanjang jalan bersama si Ketua
ini, kami hanya tersenyum membayangkan betapa panjang perjalanan untuk bertemuu
dengan orang ini. TUhan seperti mengirimkan seorang ‘guide’. Saat bersama orang
ini kami hanya perlu menyebutkan tujuan kami, dan dia akan sibuk untuk bertanya
dan mencari. Menyeberang jalan pun diseberangin. Seolah menemukan saudara lama
yang sangat baik. dia pula yang membayar perahu, memberikan penjelasan,
menawarkan teh, memberi informasi dan akhirnya membawa kami ke salah satu
warung makanan muslim di dekat stasiun. Sebagai seorang aktivis yang sibuk,
hari itu dia pun ada acara di sore hari. Kami tak enak hati jika tak
mengajaknya makan sebagai ucapan terimakasih dan akhirnya acara itu pun
tampaknya di cancel setelah dia sibuk telpon sana-sini.
Awalnya hanya mengantar ke MBK
dan Siam Square, tapi dia meminta untuk mengantar sampai stasiun. Kami banyak bercerita
saat makan, rasanya memang sudah seperti kenalan lama. Dia berjanji untuk
datang d stasiun untuk mengantar kami berangkat, tapi itu masih liat besok
katanya. Kami sepakat berpisah di stasiun dan melanjutkan perjalanan dengan Bus
53, kami melihatnya berdiri mematung di ujung jalan saat kami bergegas menaiki
bus. Rasanya seperti ditinggalkan sahabat, berat tapi kami masih berharap
bertemu dia esoknya. Kusampaikan pada Ratih…. ‘sebenarnya, ada 2 kemungkinan…
dia adalah orang yang dihadirkan untuk membantu kita, atau kita yang dtg
kesiini untuk nantinya membantu dia saat di Indonesia’. Kami pun larut dengan
pikiran masing-masiing, menyusun potongan perjalanan hari ini yang penuh
hikmah.
Dalam perjalanan pulang, kami pun
akhirnya merasakan suasana politik di Thailand yang sedang memanas. Demonstrasi
d ujung jalan membuat macet dan bus 53 kami berputar arah sehingga kami
terpaksa harus berjalan jauh untuk mencapai penginapan. Kelelahan itu menumpuk
dengan rasa lapar. Setelah beristirahat sejenak dipenginapan, kami pun
memutuskan untuk makan dan melakukan perpisahan dengan ‘roti mataba’. Aku melahap
2 porsi roti dan segelas thai tea. Nikmatnya. Setelah itu, mengunjungi toko
buku itu, kami ingin berlama-lama di sana malam ini. Memandangi ribuan buku,
mengintip berbagai macam bahasa disitu, menimbang-nimbang buku mana yang akan
dibeli. Empunya toko ternyata memperhatikan kami sejak kemarin, dia langsung
menghampiriku dan menyampaikan ‘tell me what book you want, maybe I can help’…
aku tersenyum dan akhirnya nanya balik ‘what time you close?’ karena aku
sebenarnya bingung mencari buku apa. ‘never mind, just enjoy’ katanya… akhirnya
aku bilang mencari si Alchemist, karena 2 hari ini aku tak melihat buku itu.
Dia pun langsung ke depan, mengambil buku yang dipajang di depan (padahal tadi
cukup lama berdiri di depan), jreng jreng… dan langsung memberiku si Alchemist.
Akupun tergoda untuk membeli.
Sudah jam 10 lewat, kami belum
meninggalkan toko buku itu. Si bapak masih hilir mudik, istrinya mulai
mematikan beberapa lampu. Bapaknya seolah mengatakan, gpp… jangan pergi dulu.
Akhirnya dia pun menghampiri kami lagi, bertanya apakah kami mahasiswa, kenapa
kami tertarik dengan buku. Akhirnya kami pun terlibat percakapan tentang buku.
Saya pun bertanya tentang foto dan lukisan raja yang ada dimana-mana di
sepanjang jalan, politik, merah dan kuning, dan mulailah bapak itu ‘curhat’
tentang kondisi Thailand, politik dan pendidikan. Menjual buku adalah caranya
untuk mencerdaskan bangsanya. Tak lupa dia berpesan, banyak-banyalah belajar,
improve your English.. dan kalau ke Bangkok lagi datanglah kesini :)
Akhirnya aku membeli The
Alchemist.
Ratih awalnya mau membeli Lonely
Planet ‘Kuala Lumpur-Malaysia’, tapi karena harganya lebih mahal, beralih
membeli salah satu novel yang ia sukai. Hal ini membuatnya gundah gulana hingga
kami sampai di penginapan.
Pesan Ratih sebelum tidur,
kira-kira seperti ini: Jangan membeli sesuatu untuk tujuan ‘mengganti’ dengan
sesuatu yang benar-benar kamu inginkan, karena rasanya gak enak.
Saya pun mengartikan secara
berbeda: Jangan mencari cinta lain, saat kamu merasa ingin menyerah untuk cinta
yang kamu perjuangkan. Lho* :p