Senin, 24 Februari 2014

Persahabatan kami pun Putus :D



Saat kecil, aku pernah melihara kucing. Kucing kampung yang senang sekali ketika dikasih makan, hingga akhirnya dia selalu muncul saat makan tiba. Aku ngotot ingin memelihara, tapi apalah daya… orang rumah tidak mengizinkan dan si kucing akhirnya diusir, diasingkan. Awalnya karena diasingkan ke desa sebelah, dia masih pulang. Dia ingat jalan untuk kembali ke rumah, namun akhirnya… kisahku dan si kucing berakhir setelah orang rumah membuangnya ke pulau seberang lautan. Sejak saat itu kami tak pernah bertemu lagi.
Pernah juga, bapakku memelihara burung. Burung yang warna merah dan bisa niruin ucapan orang. Burung Beo kali ya namanya? Yang kuingat, suatu hari dia mati. Dan dengan sangat sedih aku bersama seorang saudaraku yang lain menguburnya di pantai.

Saat usiaku belasan, aku pun bersahabat lagi dengan seekor kambing. Kambing jantan yang jadi salah satu dari sejumlah kambing peliharan nenekku. Meskipun baunya agak aneh… tapi si kambing sangat setia menunggu makanan dan sejauh apapun dia berada, ketika kupanggil dia  akan langsung datang di pintu belakang. Dan kisah kami pun berakhir, saat ada acara pemotongan hewan. Dia menjadi salah satu korban untuk menjadi santapan keluarga besar saat aqiqah salah satu sepupuku. Aku sempat menitikkan air mata di rumah tetangga, tidak berani untuk sekedar mengintip saat suaranya mengembik panjang. Dan kisahku dengan si kambing pun berakhir.

Akupun tak pernah lagi, memperlakukan hewan hewan itu sebagai sahabat. Hingga suatu hari saat aku kuliah di Bandung. Salah seorang teman menceritakan hewan kura-kura piaraannya. Dia pun mulai ‘menghasutku’. Aku tergoda. Tapi kura-kura bukan pilihanku. Untuk mengobati kerinduan akan laut dan ikan di Sulawesi, akhirnya akupun memelihara ikan. Alhamdulillah, persahabatan kami cukup lama meskipun membutuhkan beberapa korban ikan kecil yang mati karena pencahayaan yang kurang baik. agak pandai sedikit, akhirnya mereka kupindahkan di ruang tengah, berhasil. Dan si ikan ku yang bertahan itu perlahan mulai membesar. Di suatu sore yang indah, persahabatan kami pun kandas. Dia mati saat bermain lompat-lompatan. Kolam yang kecil dengan air yang hampir penuh membuatnya salah prediksi dan melompat terlalu tinggi dengan kemiringan yang tidak sempurna, sehingga dia terjerembab di lantai. Mengenaskan, aku tidak bisa membayangkan detik-detik terakhir saat ajal menjemputnya. Aku hanya bertemu jasadnya yang telah dikerubungi semut. Sejak saat itu aku berhenti untuk memelihara ikan.

Waktu berjalan terus, hingga akhirnya aku pindah kamar ke lantai 3 kosanku di Bandung. Disanalah bersarang beberapa hewan yang pun menjadi sahabatku. Tikus dan kecoa. Tikus kecil yang lincah berlari, dan para kecoa yang pantang menyerah. Kami sudah berkenalan saat aku tinggal di lantai 1, namun aku tidak mau beinteraksi banyak. aku hanya sedikit menggerutu saat mendapati makananku yang dimakan, atau tai-tai tikus itu memenuhi dapurku. 

Kami pun mulai berteman. Aku enjoy dengan keberadaan mereka, meskipun aku sering ingin murka dengan perilaku mereka yang kadang tidak sopan. Apalagi jika sahabat-sahabat manusiaku datang berkunjung, ada-ada saja tingkahnya. Mengintip, meloncat kesana-kemari. Akupun malu. Belum lagi saat sahabat-sahabat manusiaku mengomentari betapa ‘bau’ nya lantai 3 ku karena ulah mereka. aku tidak ingin mengusir ataupun membunuh mereka. aku jijik jika harus melihat mayat mereka. aku tak sanggup. Hingga suatu hari, setelah perdebatan yang panjang dengan sahabat manusiaku tentang kesehatan dan kebersihan, setelah tragedy mereka menghabiskan makananku, mengotori banyak tempat di kamarku. Akupun mulai sedikit demi sedikit membenci mereka. tak suka dengan baunya. Seorang sahabat manusiaku berinisiatif membeli lem khusus untuk menangkap mereka. 4 tikus tertangkap, 1 nya kabur. Aku geli melihat mereka tertangkap dan temanku inilah yang membungkusnya untuk kemudian kubuang ditempat sampah. Aku merasa agak sadis.

Dengan kesadaran penuh, akhirnya kubersihkan lantai tigaku. Mereka pun sudah malu-malu untuk menampakkan diri. Kali kedua, kami coba menjebak lagi dengan lem… sayang sekali kupikir 1 tikus yang lolos itu telah memberikan pelatihan kepada teman-temannya agar terhindar dari perangkapku.
Disinilah, akupun berhenti untuk bersahabat dengan tikus dan kecoa, meskipun bukan berarti aku memusuhi mereka. aku mulai rutin membersihkan lantai 3 ku, agar mereka merasa malu untuk sekedar berbagi tempat tinggal bersamaku :D