Saat kecil, aku pernah melihara
kucing. Kucing kampung yang senang sekali ketika dikasih makan, hingga akhirnya
dia selalu muncul saat makan tiba. Aku ngotot ingin memelihara, tapi apalah
daya… orang rumah tidak mengizinkan dan si kucing akhirnya diusir, diasingkan.
Awalnya karena diasingkan ke desa sebelah, dia masih pulang. Dia ingat jalan
untuk kembali ke rumah, namun akhirnya… kisahku dan si kucing berakhir setelah
orang rumah membuangnya ke pulau seberang lautan. Sejak saat itu kami tak
pernah bertemu lagi.
Pernah juga, bapakku memelihara
burung. Burung yang warna merah dan bisa niruin ucapan orang. Burung Beo kali
ya namanya? Yang kuingat, suatu hari dia mati. Dan dengan sangat sedih aku
bersama seorang saudaraku yang lain menguburnya di pantai.
Saat usiaku belasan, aku pun
bersahabat lagi dengan seekor kambing. Kambing jantan yang jadi salah satu dari
sejumlah kambing peliharan nenekku. Meskipun baunya agak aneh… tapi si kambing
sangat setia menunggu makanan dan sejauh apapun dia berada, ketika kupanggil
dia akan langsung datang di pintu
belakang. Dan kisah kami pun berakhir, saat ada acara pemotongan hewan. Dia
menjadi salah satu korban untuk menjadi santapan keluarga besar saat aqiqah
salah satu sepupuku. Aku sempat menitikkan air mata di rumah tetangga, tidak
berani untuk sekedar mengintip saat suaranya mengembik panjang. Dan kisahku
dengan si kambing pun berakhir.
Akupun tak pernah lagi,
memperlakukan hewan hewan itu sebagai sahabat. Hingga suatu hari saat aku
kuliah di Bandung. Salah seorang teman menceritakan hewan kura-kura piaraannya.
Dia pun mulai ‘menghasutku’. Aku tergoda. Tapi kura-kura bukan pilihanku. Untuk
mengobati kerinduan akan laut dan ikan di Sulawesi, akhirnya akupun memelihara
ikan. Alhamdulillah, persahabatan kami cukup lama meskipun membutuhkan beberapa
korban ikan kecil yang mati karena pencahayaan yang kurang baik. agak pandai
sedikit, akhirnya mereka kupindahkan di ruang tengah, berhasil. Dan si ikan ku
yang bertahan itu perlahan mulai membesar. Di suatu sore yang indah,
persahabatan kami pun kandas. Dia mati saat bermain lompat-lompatan. Kolam yang
kecil dengan air yang hampir penuh membuatnya salah prediksi dan melompat
terlalu tinggi dengan kemiringan yang tidak sempurna, sehingga dia terjerembab di
lantai. Mengenaskan, aku tidak bisa membayangkan detik-detik terakhir saat ajal
menjemputnya. Aku hanya bertemu jasadnya yang telah dikerubungi semut. Sejak
saat itu aku berhenti untuk memelihara ikan.
Waktu berjalan terus, hingga
akhirnya aku pindah kamar ke lantai 3 kosanku di Bandung. Disanalah bersarang
beberapa hewan yang pun menjadi sahabatku. Tikus dan kecoa. Tikus kecil yang
lincah berlari, dan para kecoa yang pantang menyerah. Kami sudah berkenalan
saat aku tinggal di lantai 1, namun aku tidak mau beinteraksi banyak. aku hanya
sedikit menggerutu saat mendapati makananku yang dimakan, atau tai-tai tikus
itu memenuhi dapurku.
Kami pun mulai berteman. Aku
enjoy dengan keberadaan mereka, meskipun aku sering ingin murka dengan perilaku
mereka yang kadang tidak sopan. Apalagi jika sahabat-sahabat manusiaku datang
berkunjung, ada-ada saja tingkahnya. Mengintip, meloncat kesana-kemari. Akupun
malu. Belum lagi saat sahabat-sahabat manusiaku mengomentari betapa ‘bau’ nya
lantai 3 ku karena ulah mereka. aku tidak ingin mengusir ataupun membunuh
mereka. aku jijik jika harus melihat mayat mereka. aku tak sanggup. Hingga
suatu hari, setelah perdebatan yang panjang dengan sahabat manusiaku tentang
kesehatan dan kebersihan, setelah tragedy mereka menghabiskan makananku,
mengotori banyak tempat di kamarku. Akupun mulai sedikit demi sedikit membenci
mereka. tak suka dengan baunya. Seorang sahabat manusiaku berinisiatif membeli
lem khusus untuk menangkap mereka. 4 tikus tertangkap, 1 nya kabur. Aku geli
melihat mereka tertangkap dan temanku inilah yang membungkusnya untuk kemudian
kubuang ditempat sampah. Aku merasa agak sadis.
Dengan kesadaran penuh, akhirnya
kubersihkan lantai tigaku. Mereka pun sudah malu-malu untuk menampakkan diri.
Kali kedua, kami coba menjebak lagi dengan lem… sayang sekali kupikir 1 tikus
yang lolos itu telah memberikan pelatihan kepada teman-temannya agar terhindar
dari perangkapku.
Disinilah, akupun berhenti untuk
bersahabat dengan tikus dan kecoa, meskipun bukan berarti aku memusuhi mereka.
aku mulai rutin membersihkan lantai 3 ku, agar mereka merasa malu untuk sekedar
berbagi tempat tinggal bersamaku :D