Sabtu, 18 Januari 2014

Journey Part 4


Paradoks di Bangkok :D
Sebagai ibukota Thailand, aku membayangkan Bangkok adalah kota yang indah dan rupawan. Pernah mendengar informasi bahwa kota Bangkok ini tidak jauh beda dengan Jakarta.
Sesaat sebelum kereta sampai di stasiun Hua Lam Pong Bangkok, kami cukup ‘takjub’ dengan pemandangan sampah dimana-mana, dan bebauan ‘khas’.

Sawade Ka… Selamat datang di Bangkok.

Selama perjalanan saya memang senang mengkonsumsi air putih dan minuman lainnya. secara otomatis, hal ini membuat saya ‘kaya’ akan pengalaman memasuki berbagai toilet di hampir semua tempat yang dikunjungi. Toilet di Stasiun Kota Bangkok gak terlalu terawat meskipun berbayar, masih lebih nyaman di toilet stasiun gambir :D
Syukur alhamdulillahnya, kejutan pertama yang kami dapatkan di stasiun adalah kehadiran Mushollah, muslim pray, di satu sudut yang cukup besar. Akhirnya saya pun melakukan sholat dzuhur dan ashar secara jama’. Leganyaaaaa…. Sambutan ini cukup menyenangkan. Dan di tempat ini pula, saya bertemu dengan muslimah bercadar yang memberikan ‘clue’ untuk perjalanan kami. Tak terencana untuk ke tempat tersebut, tapi akhirnya menjadi salah satu tujuan utama perjalanan di Bangkok.
Setelah sholat, meskipun sudah jam makan siang tetapi kami memutuskan untuk mencari penginapan terlebih dahulu untuk menyimpan barang. Sesuai dengan petunjuk bule ‘love lane’ yang bertemu di Penang, akhirnya kami mencari Bus 53. Belok kiri dari stasiun, dan bertanya kepada pusat informasi dan beberapa tukang parkir di sebelah stasiun. Ternyata bukan hanya kami berdua yang menuggu bus 53, seorang bule cantik pun ada disitu. Saya pun mulai menyapa. Senasib menunggu si 53, akhirnya kami pun berkenalan. Untuk tipe bule, dia tergolong cukup ramah karena mengajak berkenalan, sikap tulusnya tampak dari sorot matanya. Dia hanya transit di Bangkok, baru tiba dari Belanda dan akan melanjutkan perjalanan ke Laos. 

Namanya Annemae. Cantik, baik. kami hanya bersama selama kurang lebih 20 menit, tapi rasanya sudah kenal sangat lama. Dia juga mendapatkan informasi tentang bus 53 dan Khao San Road. Kami terus bercerita selama di bus. Banyak hal yang ingin saya sampaikan padanya, namun bahasa Inggris yang jatuh bangun membuatku sering kehilangan kata-kata. Saat seperti itu, teman kerja ‘Ratih’ sangat membantu untuk menyumbangkan kosakata atau malah memberikan penjelasan tambahan. Seketika teringat dengan guru bahasa Inggris ku di MTsN, tak henti-hentinya dia menceramahi kami untuk setiap hari menghapalkan 5 kosakata bahasa Inggris :D
Kami turun di tempat yang sudah terlihat banyak turis… pikir kami itulah Khao San Road (belakangan kami tau bahwa itu adalah kawasan China town, dan tempatnya tidak berapa jauh dari stasiun Hua Lam Pong, Bus itu memang ‘berputar’ dan Khao San Road pun masih sangat jauh. Kami berpisah dengan si Bule Belanda itu, dia spontan memeluk kami. Aku dan ratih hanya setinggi keteknya, dan ia pun membungkuk untuk tepat memeluk kami. Saya dan ratih hanya berpandangan, sedih karena harus pisah dan membayangkan bahwa mandi terakhir kami adalah kemarin pagi saat masih di Penang:D
Paradoks lain di Bangkok ini, adalah diantara pembangunan yang dilakukan dan Bangkok sebagai salah satu pintu masuk Asia, sulit untuk menemukan warga Thailand yang bisa berbahasa Inggris. Untuk mendapatkan informasi mengenai jalan Khao San Road saja sangat sulit, kami bertanya beberapa kali kepada orang Thailand, namun nihil. Akhirnya kami bertanya kepada bule, dan mereka mengarahkan untuk naik bus 53 hehehhee…
Sekitar 45 menit, akhirnya kami sampai di jalan yang dekat dengan Khao San Road (Rambuttri). Lemas, lapar, lelah membuat kami berjalan gontai untuk mencari penginapan. Penginapan pertama, 800 bath per malam, yang kedua 500 bath permalam, dan akhirnya kami  ke penginapan lain. sisa 1 kamar kecil kata bapak itu dengan bahasa Inggris terbata-bata, harganya 300 Bath… hihihi, saya coba untuk tawar 500 bath untuk 2 malam, bapak itu hanya senyum dan geleng kepala. Tanpa berpikir panjang, kami langsung bayar.

Setelah menyimpan barang dan merebahkan badan sebentar, kami pun langsung bergegas mencari makan. Waktu sudah menunjukan pukul 15.30 dan kami belum makan siang. Penginapan kami tepatnya di jl. Rambutri, keluar dari penginapan kami sudah dihadapkan kumpulan bule yang sedang mmakan di pinggiran jalan. Makanan saat ini menjadi godaan terbesar kami, ratusan meter ditempuh untuk mencari makanan Halal… nihil, mata sudah berkunang-kunang. Saya dan Ratih tak sanggup lagi berbicara, mata kami terus mencari si makanan halal. Sampai diujung jalan Khao San Road, kami tak menemukan makanan yang tampak halal. Di pertengahan jalan kamibertemu dengan penjual pancake pisang… sangat tergoda tapi khawatir. Setelah berjaln jauh dan mengingat kata seorang teman ttg pancake pisang ini, kami pun memutuskan untuk kembali, sekadar mengganjal perut yang sudah meronta-ronta. Ratih masih tampak sangsi dengan kehalalan si pancake. Aku sudah tak bisa berpikir. 

Sambil menunggu ibu itu membuat pancakenya, aku mulai bertanya dengan bahasa ‘tarzan’, memegang jilbabku dan menyebutkan halal food berkali-kali. Dia memberikan jawaban dengan gerakan tangan untuk menyampaikan ‘tidak ada’. Rasanya ingin nangis aja. Beberapa detik kemudian, si ibu pancake tiba bersuara… ahhhh…dan memberikan isyarat bahwa kami harus lurus, dia menyebutkan ‘susi’, isyarat untuk belok kiri, dan kemudian memberikan isyarat belok kanan dan menyebutkan ‘pizza’. Seketika energi kami kembali. Akupun langsung melahap si pancake, Ratih hanya mencicipi karena ingin seggera makan nasi. Karena tak ingin makan sambil berdiri, akupun memilih pojokan untuk duduk menghabiskan pancake. Ratih melanjutkan perjalanan ke arah yang ditunjukkan si ibu, dan kami janjian bertemu disana.

Alhamdulillah… ibu itu benar. Di pojokan samping ‘pizza’, ada warung tenda kecil yang menjual makanan. Ibu penjualnya menggunakan jilbab dengan baju lengan pendek. Jam 5 sore akhirnya kami bertemu nasi, menu terakhir di tempat itu. Nikmatnya masya Allah…  terimakasih Tuhan untuk menghadirkan ibu dan bapak penjual ini, juga khusus untuk ibu pancake sebagai pemberi petunjuk.
Kami berjalan pulang dengan kenyang dan bahagia. Kami pun bisa menikmati perjalanan pulang dengan melihat ke sekeliling. Sampai di penginapan, langsung merebahkan diri. Mandi, sholat. Ratih akhirnya berinisiatif untuk searching makanan halal di daerah Khao San Road. Akhirnya nemu ‘Roti-Mataba’ di sekitar Phra Atit, tak jauh dari tempat kami menginap. Alhamdulillah J bahkan dalam perjalanan pulang setelah makan, kami menemukan toko buku ‘bekas impor’ yang sangat menggoda kami untuk datang dan datang lagi…. Tempat ini adalah salah satu yang akan kami rindukan dari Bangkok.

Hari pertama di Bangkok, penuh dengan kejutan. Kami masih pusing dan agak ‘Train Lag’ hahahhahahaha… Malam ini adalah salah satu tidur ternyenyak kami :D masih ada setitik harapan semoga esok Bangkok memberi kami kejutan-kejutan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar