Aku pulaaaaaang, tanpa
dendaaaam…
Kuterima kekalahanku,
Kau ajarkan aku
bahagia, Kau ajarkan aku derita..
Kau tunjukan aku
bahagia, Kau tunjukkan aku derita..
(Sheila on 7)
Bahagia itu datangnya sepaket dengan derita…
seperti ungkapan di sebuah film. Perjalanan kami ditutup dengan sebuah
perisitiwa yang ‘nyesek’ banget saat itu. Tampak sederhana sebenarnya, tapi
memberi kesan yang mendalam. Seperti saat kita ‘ngidam’ rujak, menyimpan atau
dengan sengaja menyisakan buah mangga di akhir dan seketika ada seseorang yang
mengambil dan memakannya. Nyesek, nyelekit… dan seolah mangga itu adalah mangga
terakhir yang ada di dunia ini. Hahahahhaa, lebay.
Perjalanan pulang ini membuat
kami sadar, bahwa waktu ini memang sudah akan berakhir. Uang menipis, lelah,
belum mandi, dan waktu yang tersisa membuat kami sibuk berpikir akan dihabiskan
dengan bagaimana waktu sebelum kami berangkat ke Bandara. Akhirnya sesampainya
kami di KL sentral, menyimpan barang, batal mandi karena biayanya cukup mahal
(5 RM kalo gak salah, sekitar 20.000), berjalan mencari masjid jameek dan
masjid India, ‘kesasar’ ke dataran merdeka berkat petunjuk seseorang yang kami
temui di depan pagar masjid. Oiya, yang berbeda dengan Indonesia… masjid disini
dibuka pada jam tertentu saja, jadi jangan berharap untuk bisa tidur di masjid
atau bersantai diluar jam buka. Untuk yang ingin sholat duha malah jadi susah,
di KL sentral saja musholla ditutup jam 7 pagi.
Balik ke dataran merdeka, tempat
ini cukup menarik. Banyak gedung tua dengan kubah menarik, perpustakaan besar,
dan museum khusus ‘gratis’ untuk melihat miniatur KL. Brosur dan peta pun
gratis disini, Ratih sangat antusias dan akhirnya mengumpulkan berbagai brosur
dan buku gratis untuk mengobati si lonely planet yang ada di Bangkok sana :D
perpisahan dengan KL ini ditandai dengan makan di KFC KL central, ini pertama
kali kami makan di resto fast food. Menghabiskan uang dan menikmati makanan itu
suap demi suap, nikmat sekali. Hingga tiba saatnya kami harus berjalan menuju
Aero Bus yang akan membawa kami ke bandara. Waktu berjalan sangat cepat
rasanya… minggu kemarin kami di KL sentral ini dan hari ini disini untuk
kembali pulang.
Sepanjang perjalanan di bus, saya
dan Ratih lebih banyak diam. Bukan lelah, mungkin kami sedih dan mulai merunut
kembali perjalanan kami seminggu ini.
Saya pun mulai berpikir, kenapa
saya disini. Kenapa harus Malaysia yang menjadi tempat pertama yang saya
kunjungi. Suara musik di Radio pun melantunkan sebuah lagu, lagu yang sangat
saya kenal dan sering saya dengar 10 tahun yang lalu…
… Isabella adalah, kisah cinta dua dunia…
Mengapa kita berjumpa, namun akhirnya terpisah…’
Siang jadi hilang, ditelan kegelapan malam…
Alam yang terpisah,melenyapkan sebuah kisah…
Lagu ini membawa saya menyebrangi
selat karimata, menuju laut Jawa, melewati laut Bali, Laut Flores dan sampai ke
laut Banda. Di sana, di selatan Sulawesi Tenggara, di pulau saya, pulau
Kabaena.. sejak kecil saya mendengarkan lagu ini dan masih banyak lagu Malaysia
lainnya… mengingatkan saya pada keluarga dan teman-teman disana. Sejak mulai bekerja dan ‘tugas luar’
kota, saya seperti selalu membawa mereka bersama saya, mengunjungi berbagai
tempat dan menemui beragam orang… hati saya seketika ngilu dalam perjalanan
sore itu.
Pulang, kembali ke Realitas. Pulang untuk melanjutkan
rutinitas.
Pulang, bagaimanapun ia selalu menjadi sesuatu yang menyenangkan
sekaligus mengkhawatirkan, seperti akan MATI saja… kita kembali ke kekekalan
dan sekaligus khawatir sudah cukupkah perbekalan kita.
Hari pertama di Penang, seorang
tante yang tau bahwa saya sedang di Malaysia. Tiba-tiba menepon, saya khawatir.
Kabar apakah yang akan saya terima. Deg-degan tapi saya tidak mengangkat
telepon Karena biaya roaming yang cukup mahal. Akhirnya saya sms saja, bertanya
ada apa dan memberikan penjelasan kenapa saya tidak mengangkat telepon. Cemas
menunggu balasan, dan sms jawaban dari tante membuat saya menarik napas
panjang.
‘Katanya, handbody (lotion) dimalaysia bagus-bagus, belikan untuk
saya,…’
Uffhhh, lega sekaligus pengen
ketawa. Udah cemas, ternyata beliau pengen pesan handbody alias lotion.
Akhirnya saat itu saya berjanji untuk membelikan. Saat nemu wifi, akhirnya saya
langsung menghubungi kawan di Malaysia tentang si lotion, dia pun bingung.
Janji lotion itu saya bawa ke Bangkok, hingga akhirnya menyisakan uang untuk
membeli lotion saat kembali ke KL. Dan sebelum berangkat akhirnya kami keliling
ke daerah pasar seni mencari lotion, nihil. Lanjut ke petaling street, gak ada.
Setelah tanya ke orang, kami akhirnya diarahkan ke suatu swalayan (semacam
hypermart), disana bertemulah dengan lotion itu.. banyak pilihan dan saya
memang mencari lotion local produksi Malaysia. Kalo gak salah, mereknya aisyah.
Beli langsung 6 biji, bisa di bagi untuk mama, tante dan adek-adek. Di awal
kami sempat memikirkan, bahwa akan dimasukkan di bagasi atau simpan di bagian
tas paling bawah. Kawan kami menitipkan tas koper untuk dibawa ke Indonesia,
dan Ratih sempat berpikir lotion itu dimasukkan kesana. Tapi kami lalai..
bahkan hingga fanny membuka koper itu dan bertanya apakah ada barang yang akan
dimasukkan.
Pemeriksaan pertama, saya lolos.
Ratih tertahan karena belum melengkapi stempel khusus. Saya menunggu. Hingga
melewati imigrasi, aman. Pintu terakhir adalah si ‘X-Ray’, dan kamipun seketika
diminta untuk membuka tas. Saya dan Ratih pucat, sambil mikir. Saya mengingat
si lotion, dan Ratih ternyata diharuskan mengeluarkan botol air mineral. Lotion
diitahan sesuai dengan peraturan batas cairan 125 ml. dan saya punya 6 botol
lotion L
petugas itu memperingatkan bahwa lotion itu bisa dimasukkan ke bagasi, tapi
harus dengan bagasi baru dan waktunya tinggal 5 menit lagi. Saya berusaha
menghubungi fanny untuk menitipkan lotion, sayangnya pulsa tidak mencukupi. Tdk
ada upaya lagi yang bisa dilakukan selain mengikhlaskan lotion itu. Ikhlas.
Harus.
Sedih. Kesal. Petugas itu mencoba
berempati, bertanya apakah kami pelajar. Saya menjawab dengan ketus, dan seolah
ingin menunjukkan kalau saya marah saya pun bertanya apakah air mineral itu
bisa diminum atau tidak, petugasnya mengiyakan. Di depan petugas itu, saya
langsung meminum minuman tersebut, sempat menawari ratih tapi dia sudah tidak
berselera, dan akhirnya saya menghabiskan minuman itu persis di depan mata
petugas dan menyerahkan botol kosong itu ke petugas. Hahahahhahahaha…. Selamat
tinggal lotion, takdir tidak mengizinkan lotion itu sebagai oleh-oleh.
Beberapa menit sebelum berangkat,
kami mencoba menertawakan diri. Sedih pasti, tapi mau diapain lagi. Kami pun
memilih untuk berpikir positif, mungkin memang lotion itu tidak ditakdirkan
menjadi oleh-oleh. Tak cukup 6 botol untuk keluarga besarku, khawatir akan
terjadi saling iri dan percekcokan hhehehhe :D
Ibaratnya, jika dikaitkan dengan
pulang dan Mati. Lotion ini seperti
amalan yang kita anggap sebagai bekal (oleh-oleh) terbaik. Ikhtiar sudah,
tetapi lupa dengan prosedur. Tuhan mungkin tidak ridho, jadi amalan itu tidak
diterima. Syukurnya, selain lotion.. masih ada bekal lain dalam bentuk
gantungan kunci, makanan, kaos-kaos, ratusan foto menarik dan berbagai cerita
dan pengalaman selama perjalanan… perbanyaklah bekal dan amalan baikmu, karena
kita tak pernah tau, bagian mana yang sudah benar dan diterima Tuhan.
Panggilan ke pesawat pun
membuyarkan lamunan. Benar-benar sudah akan pulang. 2 jam kemudian insya Allah
akan tiba di Bandung tercinta :)
Jadi ingat tentang ungkapan
seorang teman, tentang perjalanan yang bikin ‘nagih’… yaaa… nagih banget, entah
mimpi apa berikutnya yang akan membawa kami, saya ataukah hanya Ratih ke tempat
lain berikutnya… kata teman itu lagi, ‘mgk orang lain senang shopping… belanja barang dll, kita beda…
kita berbelanja, membeli pengalaman, membeli cerita yang mungkin saja menarik
untuk diceritakan ke anak cucu…nanti’.
…See you in next
journey :) kami pulang untuk menyiapkan
bekal untuk pergi lagi…