Minggu ini dapat pelajaran menarik di ruang praktek.
Konsul dengan keluarga, mereka
datang dari luar kota ingin mengkonsultasikan masalah anak pertama mereka yang
jadi korban bully di pesantren. Anak laki-laki sulung dari 4 bersaudara,
beberapa minggu terakhir mendapatkan perlakukan kasar dari seorang senior. Dia
tidak bisa melawan ataupun bertahan, bahkan cerita bully disimpan rapat-rapat
sampai akhirnya pada suatu hari anak ini tak tahan lagi dan menelpon ibunya
untuk dipindahkan saja dari sekolah ini. di awal saya sempat kebingungan dengan
solusi apa yang keluarga ini butuhkan, mencoba mendengar lagi menggunakan hati
dan mempertimbangkan beberapa hal, ternyata orangtua berharap anak tetap dapat
mengatasi ini secara mandiri. Orangtua sadar dengan kekurangan atau mungkin
malah kelebihan dalam memanjakan dan memfasilitasi anak dengan barang-barang branded
sehingga anak cukup ‘mencolok’ diantara rekan-rekannya. Pribadi anak yang
pasif dan penurut juga menjadi sasaran empuk bagi pelaku bully.
Bertemu dengan si anak, ia memang
terkesan kurang pede, bahkan menatap mata saya pun sesekali saja. Berbicara
dengan singkat, terbatas dari apa yang ditanyakan saja. Setelah ngobrol
akhirnya, saya meminta anak untuk membuat janji kesepakatan tentang apa yang
akan ia lakukan. Yang pertama dia akan coba bertahan dulu di pesantren tersebut
minimal sampai naik kelas II(karena pertimbangan biaya masuk dan per bulan
pesantren yang ternyata cukup fantastis menurut saya). Kedua, coba aktif di
bidang ekstrakulikuler silat/ tae kwon do.. minimal untuk menjaga stamina tubuh
(badannnya cukup bongsor dan berisi). Ketiga, belajar untuk menatap mata orang
lain saat berbicara dan mulai bergaul dengan banyak teman agar tidak mudah
menjadi sasaran bully. Keempat, berani untuk melapor ke guru atau ‘bertahan’
dari serangan saat terjadi bully.
Awalnya saya pun dilema dengan
keputusan untuk tidak pindah sekolah dulu dan ‘bertahan dari serangan’ saat di
bully, tapi dengan beberapa pengalaman dan referensi yang saya baca, bahwasanya
hal ini akan menentukan mekanisme pertahanan atau penyelesaian masalah anak ke
depannya. Dia tidak mungkin untuk terus menghindar dari persoalan. Hari ini
mungkin saja dia akan ‘babak belur’ dalam menghadapi perilaku bully di sekolah,
tapi nanti dia bisa lebih percaya diri dan menghargai dirinya sehingga tidak
‘takut’ dengan permasalahan yang dihadapi di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar